Izinkan aku berbicara seketika mengenai syabab atau pemuda di ambang Maal Hijrah ini. Kau kenal pemuda-pemuda Baiatul Aqabah? Baiatul Aqabah itu dikenali juga dengan nama Baiatul Kubra kerana ianya merupakan satu perjanjian yang sangat besar di sisi Islam.
Perjanjian inilah kunci kepada hijrah. Mengapa? Kerana syabab-syabab di dalam perjanjian ini telah berjanji pada Rasulullah SAW untuk mempertahankan, menolong dan menyebarkan ajaran Rasulullah SAW kepada penduduk Yatsrib (Madinah). Itulah syabab yang berharga di sisi Islam. Mereka mengetahui hakikat kebenaran dan mereka berjuang demi kebenaran itu. Mereka telah bangun membela Islam. Kemana perginya syabab hari ini di saat Palestina dibantai dan menangis hiba?
Pernah kau menunaikan umrah atau haji ? Jarak di antara Mekah dan Madinah adalah 447 km. Hari ini perjalanan untuk ke sana telah menjadi mudah dengan adanya sistem bas dan jalanraya. Namun andai kau berfikir sejenak, pasti tiada sesiapa yang sanggup untuk merentas perjalanan yang telah menjadi mudah itu dengan menaiki unta atau berjalan kaki semata-mata. Tapi itulah secebis kisah yang pernah terakam dalam peristiwa hijrah.
Izinkan aku berkongsi kisah seorang wanita dalam kehangatan Maal Hijrah ini. Namanya Ummu Salamah. Setelah peristiwa Baiatul Aqabah, para sahabat mendapat izin untuk berhijrah. Bacalah kisah seorang wanita bernama Ummu Salamah di dalam peristiwa hijrah ini.
Ummu Salamah berkata:
“Tatkala Abu Salamah bertekad bulat untuk berhijrah ke Madinah, dia menaikkan aku ke untanya. Kemudian dia membawaku beserta anak laki-lakiku Salamah yang ada dalam pangkuanku. Tatkala orang-orang dari kaumku (Bani Mughirah) melihat kami, meraka datang menghampiri dan berkata: “Saat ini kamu telah terkepung, kabarkan kepada kami tentang Ummu Salamah? Atas dasar apa kami membiarkan engkau pergi dengannya ke negeri tersebut?” Mereka kemudian mengambil alih kekang unta dari tangan Abu Salamah dan memegangiku.
Perbuatan ini membuat Bani Abdul Asad (Bani Suamiku) marah dan menghampiri anak kami Salamah (untuk merebutnya) sambil berkata kepada orang-orang dari Bani Mughirah: “Tidak demi Allah, kami tidak akan membiarkan anak kami bersamanya (yakni bersamaku) tatkala kalian telah merampasnya dari teman kami.”
Lalu mereka menarik anak saya Salamah sehingga mereka saling merebut. Dan akhirnya orang-orang Bani Abdul Asad membawa pergi anak tersebut. Sedangkan Bani Mughirah menahan saya di sisinya. Kemudian pergilah suamiku ke Madinah dalam rangka menyelamatkan agama dan dirinya.
Beberapa hari setelah itu, aku mendapati diriku terkoyak-koyak sendirian karena dipisahkan dari suami dan anak. Sehingga setiap pagi aku pergi ke wadi yang luas, berpasir dan berkerikil dan aku duduk di tempat terjadinya peristiwa yang sangat menyakitkan itu. Aku ingin mengenang saat-saat dimana aku dipisahkan dengan suami dan anakku dengan tipu daya. Aku pun menangis sampai malam datang.
Selama kurang lebih 1 tahun aku dalam keadaan demikian. Hingga pada suatu hari seorang lelaki dari anak pamanku lewat di depanku. Dan ia termasuk orang yang memisahkan aku dengan anak dan suamiku. Melihat keadaanku, ia merasa kasihan kepadaku sehingga ia berkata kepada kaumku: “Mengapa tidak kalian biarkan saja wanita malang ini pergi, yang kalian telah memisahkan dia dengan suami dan anaknya?” Ucapan ini membuat hati mereka tersentuh, sehingga mereka berkata: “Susullah suamimu jika engkau menginginkannya.”
Kemudian setelah itu Bani Abdul Asad mengembalikan anakku. Aku pun menunggangi untaku dan kuletakkan anakku dalam pangkuan. Aku segera berangkat untuk menyusul suamikku di Madinah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang menyertaiku dalam perjalanan menuju ke Darul Hijrah (Madinah). Tatkala aku sampai di Tan’im, aku bertemu dengan Utsman bin Thalhah.
Dia bertanya: “Engkau mau kemana wahai anak Bekal Safar?”
“Aku ingin menyusul suamiku di Madinah,“ jawabku.
Dia bertanya lagi: “Tidak seorang pun yang menyertaimu?”
“Tidak ada demi Allah, kecuali Allah kemudian anakku ini,“ jawabku.
Dia berkata: “Demi Allah, engkau tidak pantas dibiarkan.”
Kemudian dia memgangi untaku dan menuntunnya menuju Madinah. Demi Allah tidak ada lelaki yang menyertaiku dari bangsa Arab yang lebih mulia dan lebih baik darinya.
Ketika sampai di salah satu rumah dari rumah-rumah orang Arab, dia menempatkan aku, kemudian ia menjauh ke sebuah pohon untuk berbaring di bawahnya. Usai beristirahat, dia berdiri menuju ke tempat menderumnya unta, dan mempersiapkannya sebagai alat kendaraan. Kemudian dia mundur ke belakang dan berkata: “Naiklah engkau.” Setelah aku naik dan berada di atas unta, dia kemudian memegangi untaku dan menuntunnya. Dia senantiasa berbuat demikian sampai tiba di Madinah. Tatkala ia melihat desa Bani Amr bin Auf di Quba, dimana rumah Abu Salamah ada di sana, dia berkata: “Suamimu berada di desa itu, masuklah kamu dengan barakah dari Allah.” Kemudian dia berbalik untuk kembali ke Mekkah.”
Demikianlah Ummu Salamah, seorang wanita pertama kali masuk Madinah, sebagaimana dia juga salah seorang yang pertama kali berhijrah ke negeri Habsyah.
Dapatkah kalian merasai kisah ini? Kisah yang sesungguhnya begitu menyentuh hati. Perpisahan 3 beranak. Dapatkah kalian merasai bahang rindu yang perlu ditanggung akibat perpisahan. Dapatkah kalian menyelami perjalanan seorang wanita bersama anaknya merentasi padang pasir dan malam hari. Adakah mungkin ada lagi wanita seperti itu di zaman ini? Adakah kita akan menjadi syabab yang akan menuturkan kalimah bahawa Allah menemani kita dalam perjuangan ini di saat kita berseorangan?
Rasailah bahang hijrah ini. Rasailah bahang perjanjian Baiatul Aqabah yang mana natijah dari peristiwa ini Musaab bin Umair dihantar ke Madinah dan dia mengetuk pintu setiap rumah demi dakwah. Rasailah peristiwa hijrah ini. Rasailah makna sebuah perjuangan.
Seandainya perjuangan ini mudah, Rasulullah SAW sewajarnya menerima segala macam kemewahan pada jalan dakwah ini. Tapi tidak. Hatta gigi baginda patah di dalam perjuangan ini.
Wahai syabab-syabab sekalian, bangkitlah dan berhijrahlah. Andai kamu merupakan seorang pekerja, kamu akan berkerja dengan baik, dinaikkan pangkat dan memperolehi wang ringgit untuk diinfaqkan pada jalan dakwah. Andai kamu seorang peniaga, kamu akan berusaha membebaskan diri dari riba’ dan hutang, dan sesudah itu kamu akan berusaha menyumbangkan keuntungan yang ada pada jalan dakwah sepertimana yang pernah dilakukan oleh Saidina Abu Bakar dan sahabat lainnya. Andai kamu seorang pelajar, berusahalah bersungguh-sungguh dalam medan ilmu supaya kelak di saat kamu menjadi doktor, jurutera, peguam dan lainnya, manusia lain akan mendengar setiap bicara kamu mengenai Islam. Walau di penjuru bumi mana kamu berada, kamu perlu bangkit kerana inilah HIJRAH! Inilah HIJRAH yang akan mengembalikan semula Palestina pada kemuliaannya. Inilah HIJRAH yang akan mengembalikan Islam semula ke takhtanya. Inilah HIJRAH!