Di Bosnia, parut digunakan untuk memarut tubuh saudara seislam. Di Fallujah, bom yang dicipta tidak membakar baju atau pakaian tapi spesifik untuk membakar kulit manusia.
Satu soalan diajukan. Adakah umat ini mempunyai harapan? Dan harapan tersebut terletak pada siapa? Saya tahu umat mempunyai harapan tapi bila saya melihat realiti yang dipaparkan, hati seakan tercalar. Saya terasa lemah sekali. Saya terasa seperti tiada apa pun yang mampu saya lakukan. Rasa berdosa terhadap saudara seislam sendiri begitu saya rasakan. Malah sewaktu saya menintakan tulisan ini, air mata masih bercucuran membasahi pupil mata.
Kemudian Dr Zainur Rasyid menceritakan kisah mengenai Ashabul Kahfi. Cukuplah kisah ini yang meyakinkan saya dengan sebenar-benarnya bahawa umat ini masih mempunyai harapan. Saya memetik artikel kisah Ashabul Kahfi yang saya perolehi di laman maya dan Insya Allah, di pengakhirannya kisah ini, saya akan menceritakan mengapa ianya begitu terkesan di hati saya:
{ Ashabul kahfi merupakan sebuah cerita teladan yang disebutkan di dalam al-Quran pada surat al-Kahfi ayat 9 sampai dengan ayat 26 dari 110 jumlah ayatnya. Cerita ini mengisahkan beberapa penghuni gua yang mengandung i’tibar dan pelajaran yang amat berguna bagi kehidupan manusia.
Cerita ini bermula dari sebuah kota, terletak di antara dataran luas yang sangat subur.Kebanyakan mata pencarian penduduk negeri ini adalah bercucuk tanam dan berkebun dengan menanam pohon kurma, buah-buahan jeruk, anggur dan semangka. Sebagian penduduk yang lainnya menternak haiwan seperti sapi, kambing, biri-biri dan unta, sehingga mereka hidup makmur, mereka makan hasil buminya dengan nikmat dan hidup damai sejahtera.
Agama yang dipeluk penduduk ini dan keyakinan mereka, sebagaimana penduduk negeri-negeri lain di dunia ini adalah bermacam-macam. Sebagian mereka ada yang beriman kepada Allah dan RasulNya, tetapi sebagian besar mereka adalah penyembah berhala, patung dan menyembelih hewan kurban untuknya.
Yang memerintah negeri yang subur nan makmur ini adalah seorang Raja yang lebih condong kepada agama berhala penyembah patung dan mengajak orang lain dengan paksa agar turut menyembahnya, bila tidak mengikuti kehendaknya, rakyat mengalami penyiksaan yang sangat kejam.
Keadaan dan kondisi ini telah berlangsung puluhan tahun lamanya di bawah kepemimpinannya, banyak diantara kamu muslimin mendapatkan siksaan yang luar biasa, sehingga tiada satu haripun bila ada berita yang sampai kepadanya tentang keberadaan seorang mukmin atau mukminah, pasti ditegakkan hukuman dengan menyiksanya atau menyembelihnya di depan umum, sehingga ia yakin benar dapat mencabut benih-benih iman dari dada penduduknya yang telah lama beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Dengan kondisi politik dan sosial yang sangat menyulitkan kaum yang beriman kepada Allah inilah, masih ada beberapa orang yang beriman kepada Allah SWT secara sembunyi-sembunyi, karena mereka lebih takut kepada siksa Allah yang lebih kejam di hari kiamat kelak. Mereka dengan lantang penuh keberanian mendeklarasikan sikap untuk mengabaikan perintah pemimpin mereka. Mereka mampu menguasai diri, sebab mereka memiliki keoptimisan yang dibingkai ruh mas'uliyah (tanggung jawab), ruh isti'la (merasa tinggi) dan sosok kepemimpinan.
Sikap yang mereka lakukan adalah dengan tetap memegang teguh iman kepada Allah SWT dan memencilkan diri pada sebuah gua sebagai tempat berlindung seraya berdoa : “Wahai tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini”.
Namun, kehendak Allah menginginkan lain, Allah menidurkan mereka dan menutup telinga mereka dari segala kebisingan. Lalu setelah 309 tahun (Qomariyah) lamanya, Allah kembali membangunkan mereka.
Akhirnya, terbukalah segala keajaiban setelah mereka terjaga, terlebih setelah salah satu diantara mereka meminta kawannya untuk membeli sesuatu untuk mengisi perut yang kosong, mereka sedar, bahwa mereka berada di alam yang berbeza dengan zaman yang sebelumnya, mereka berada di lingkungan masyarakat yang majoriti penduduknya beragama islam dan mereka yakin, bahwa mereka adalah pelaku sejarah yang dapat menambah keimanan mereka dan kaum mukminin semua.
Demikianlah akhirnya, sesuai dengan janji Allah SWT, bahwa : “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik” (al-Kahfi : 30). Sehingga mereka pun bergabung menjadi bagian dari masyarakat yang majoriti penduduknya beragama islam.}
Hebatnya kisah pemuda-pemuda ini. Pemuda ini melakar sejarah dan Allah mengiktiraf mereka..Kita tahu, bahwa bukti dan tanda kekuasaan Allah begitu banyak dan menuntut untuk direnungi serta diambil pelajaran ('ibrah). Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT itu dipaparkan dalam berbagai bentuk dan cara, dimaksudkan agar manusia tidak bosan dan sedar serta segera mengakui kewahdaniyahan(keesaan)-Nya. Dan Ashabul kahfi adalah salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. yang dipaparkan dalam bentuk kisah yang menarik dan patut direnungi, karena di dalamnya terdapat pelajaran bagi sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini.
Barangkali kita harus sepakat, bahwa sesungguhnya sejarah manusia itu akan terulang dari masa ke masa, meskipun perbezaan waktu, tempat dan pelaku, namun akan tetap sama seperti yang telah terjadi sebelumnya.
Kerana pentingnya memahami dan menyedari pelajaran kisah ini, Allah sendiri tidak menyebutkan siapa nama pelaku-pelakunya, sebagaimana Allah tidak menyebutkan juga jumlah dan waktu terjadinya secara pasti. Yang jelas tujuannya agar manusia mengambil pelajaran, kemudian menjalani kehidupan dengan hidayahNya. Tujuan seperti inilah yang juga melatarbelakangi sebagian besar mufassirin dalam menyikapi kisah ini, semisal Ibnu Katsir, At-Thabari dan lain-lain.
Diantara saripati yang dapat kita ambil pelajaran dari kisah ashabul kahfi adalah: Tauhidullah (mengesakan Allah SWT). Menurut para Ulama, tauhid (mengesakan) kepada Allah SWT. terbagi menjadi tiga macam, pertama, tauhid al-Uluhiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah, yaitu meyakini, bahwa beribadah itu hanya ditujukan kepada Allah dan karena-Nya semata.
Kedua : Tauhid ar-Rububiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam perbuatan, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah lah sang maha pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta.
Ketiga : Tauhid al-Shifat, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam sifat-Nya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Ta’ala dalam Dzat maupun Sifat.
Allah mengurniakan ilham buat pemuda ini. Pilihan para Ashabul kahfi untuk mengasingkan diri pada sebuah gua itu merupakan panggilan dari lubuk hati agar senantiasa dapat mempertahankan keyakinannya tentang islam, sekaligus menjalankan keyakinan itu pada tempat yang terhindar dari penglihatan manusia jelata. Sebab mereka yakin, bahwa penguasa yang sebenarnya adalah Allah SWT. bukan seorang raja yang sedang berkuasa di zamannya. Sebagaimana mereka juga sadar, bahwa segala keangkuhan sang raja, hanyalah gertakan semata-mata yang dapat sirna dengan berlalunya zaman.
Pengasingan diri yang mereka lakukan, juga merupakan wujud pengorbanan untuk meninggalkan segala kenikmatan duniawi untuk tujuan ukhrawi. Mereka rela meninggalkan keluarga, harta dan tanah air demi menyelamatkan aqidah serta khawatir akan fitnah. Untuk itu bukan tidak mungkin kisah ini menjadi inspirasi bagi hijrah Rasulullah saw. Bersama Abu Bakar ra ke Madinah dan Hijrah pertama kaum muslimin ke Habsyah.
Pengasingan itu pula merupakan metodologi seorang rakyat menolak kebijakan pemimpinnya yang terbukti dengan kedzaliman dan kerakusan akan kepemimpinan & kekuasaan. Tentunya, sekiranya jumlah ashabul kahfi mencukupi, gelombang reformasi pun pasti akan terjadi.
Kisah ini saya rasakan terlalu akrab dengan saya. Di saat saya terasa begitu kerdil, tidak mampu melakukan apa-apa, kisah ini diceritakan. Kisah ini bercerita tentang keyakinan. Cuba bayangkan, dalam zaman kefasadan, terlalu banyak maksiat yang berlaku, hanya terdapat beberapa pemuda sahaja yang cuba menyelamatkan iman mereka. Kalau nak dibandingkan dengan kefasadan yang berlaku, seolah-olah terlalu kecil tindakan mereka. Tapi bila mereka terbangun dari lena, zaman sudah berubah. Zaman Islam berdiri megah. Cuba kita renungi sedalamnya pengajaran kisah ini. Segalanya yang kita lakukan mungkin tidak mampu nak mengubah sesuatu di zaman ini. Mungkin apa yang kita lakukan terlalu kecil. Tapi janji Allah tetap akan berlaku. Islam pasti akan menang. Perbuatan kecil yang kita lakukan, hasilnya mungkin akan dilihat setelah ribuan tahun. Barangkali kita tidak berpeluang untuk melihat hasilnya, tapi yakinlah segala yang dicita-citakan untuk melihat kembali kegemilangan Islam itu pasti akan berlaku semula. Demikianlah akhirnya, sesuai dengan janji Allah SWT, bahwa : “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik” (al-Kahfi : 30).
No comments:
Post a Comment